KALTIMTARA.ID, TANJUNG REDEB – Harga Tandan Buah Segar (TBS) masih anjlok hingga pertengahan Desember 2022. Hal itu membuat para petani sawit mandiri mengeluhkan hal tersebut.
Sebelumnya, petani bisa menikmati harga TBS hingga Rp 3.000 per kilogram, kini harga beli dari pabrik pengolahan kelapa sawit hanya berkisar Rp 1.000 per kilogram.
Ketua Asosiasi Sawit Rakyat Mandiri Berau, Mupit Datusahlan, yang juga menjabat sebagai Kepala Kampung Labanan Makmur, mengatakan, harga TBS anjlok sudah cukup lama. Dimana sejak penutupan keran ekspor minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO).
Diakui Mupit, meski kini harga beli dari pabrik pengolahan kelapa sawit mulai membaik, hal tersebut hanya berlaku pada petani yang bermitra dengan perusahaan.
“Belakangan ini harga jual TBS untuk petani sawit mandiri memang anjlok. Penyebab persoalan harga anjlok ini kami belum mengetahui. Entah itu karena produksi sawit atau pengaruh dari impor dan ekspor di luar,” kata Mupit, Jumat (16/12/2022).
Mupit mengungkap, saat ini untuk harga TBS dari petani sawit mandiri yang ditetapkan pabrik kurang lebih hanya Rp 1.000 per kilogramnya. Akan tetapi menurut Mupit, harga tersebut masih belum normal. Dengan harga tersebut, dirinya menyebut keuntungan sangat tipis dan bahkan sering tidak menutup modal produksi.
“Cukup besar modal angkutannya, terutama untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM). Apalagi di Berau ini stok BBM nya terkadang susah,” ungkapnya.
Dijelaskannya, untuk harga beli TBS petani yang ideal berada pada angka Rp 2.000 keatas. Jika harga sawit berada pada angka tersebut, komponen yang mendukung aktivitas perkebunan menjadi tidak terganggu. Misalkan seperti suplai pupuk dan lain-lain. Selain modal untuk BBM dan pupuk, kendala yang dihadapi petani adalah ongkos panen. Sebab, banyak para petani mandiri membutuhkan tenaga untuk mengangkut hasil panennya. Terlebih, luas kebun dapat mencapai satu hingga dua hektare.
“Kita tahu juga, saat ini pupuk di Indonesia masih bermasalah dalam hal distribusi. Dalam arti ketersediaan, sebaran, dan harga,” bebernya.
Disinggung terkait dorongan dari Dinas Perkebunan (Disbun) Berau agar petani mandiri segera bermitra dengan perusahaan, dikatakan Mupit hal tersebut belum sampai pada titik yang diharapkan.
Diterangkannya, kemitraan yang dibangun sebuah perusahaan adalah kemitraan murni. Seperti pembukaan lahan, penyediaan bibit, dan pengelolaannya secara keseluruhan dikuasai oleh perusahaan.
“Kalau untuk petani mandiri, bermitra dalam hal suplai buah saja. Sehingga, harga tidak sama dengan yang ditetapkan oleh pemerintah,” pungkasnya.
Penulis : Rizal
Editor : Sofi
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.