KALTIMTARA.ID, SAMARINDA – Akademisi Fakultas Hukum Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda Suwardi Sagama menanggapi isu soal masa jabatan presiden menjadi 3 periode, yang membuat gempar publik. Ia menuturkan, Undang-undang Dasar 1945 telah mengamanatkan masa jabatan presiden dalam satu periodenya 5 tahun dan maksimal hanya menjabat selama 2 periode saja.
“Apabila presiden ditambah masa jabatannya menjadi 3 periode, maka keran amandemen UUD harus dibuka. Namun perlu diingat, apabila keran amandemen dibuka, maka peluang merubah isi pasal UUD 1945 sangatlah mudah,” ucapnya, Jumat (19/3/2021).
Suwardi mengkhawatirkan apabila keran amandemen dibuka bisa saja bukan hanya periode yang di rubah tetapi isi lainnya juga.
Ia juga menyangkutkan dengan kursi legislatif yang hampir mayoritas dikuasai oleh partai koalisi, menurutnya ini sangat memungkinkan apabila dilakukannya amandemen UUD.
“Melihat kursi parlemen di DPR RI dikuasai oleh koalisi ini sangat memungkinkan untuk melakukan amandemen,” tuturnya.
Dalam isu yang beredar, tidak hanya masa jabatan 3 periode, melainkan juga satu periode 7 tahun. Menurut Akademisi IAIN tersebut, masa jabatan presiden satu periode 5 tahun dan 2 periode itu 10 tahun cukup efektif, hanya saja tinggal melihat bagaimana cara pemimpin tersebut bekerja.
“Hemat saya maksimal masa jabatan presiden yaitu 2 periode 10 tahun itu efektif. Kita tinggal melihat kerjanya seperti apa, di indonesia ada yg namanya Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional disingkat (RPJMN) dan turunan nya dideaerah yaitu (RPJMD) yang dulunya adalah Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang mengatur pembangunan selama 5 tahun kedepan dan akan selalu di evaluasi,” bebernya.
Ia berharap apabila dilakukannya amandemen UUD itu selain masa jabatan presiden melainkan untuk kepentingan rakyat.
“Bisa juga dalam amandemen ada beberapa poin yang ditambah demi kepentingan rakyat, selagi itu untuk rakyat silahkan saja,” tutupnya.
Penulis: Rafik
Leave a Reply