Tantangan 23 Tahun Reformasi

Subscribe Youtube KALTIMTARA NEWS

KALTIMTARA.ID, SAMARINDA – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat FEB Universitas Mulawarman (Unmul) menggelar diskusi daring dengan tajuk Refleksi Pemberantasan Korupsi: Menjawab Tantangan 23 Tahun Reformasi, pada Sabtu (22/5/2021).

Diskusi dimulai pukul 15.00 wita melalui Aplikasi Zoom Meeting, dengan menghadirkan narasumber Dosen Fakultas Hukum (FH) Unmul Herdiansyah Hamzah, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dan Direktur Sustain.id Pauline Arifin.

Diskusi ini merupakan kolaborasi yang diciptakan dari HMI dan GMNI Komisariat FEB Unmul dalam momen 23 tahun reformasi. Yakni membahas refleksi dan proyeksi pemberantasan korupsi di Indonesia serta kampanye anti korupsi.

Dosen FH Unmul Herdiansyah menjelaskan, di era sekarang sudah banyak upaya yang dilakukan oleh oknum-oknum untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Upaya itu tak kini sebatas melalui revisi UU KPK guna untuk memuluskan jalannya para koruptor.

“Sudah banyak cara untuk melumpuhkan KPK, namun puncaknya tahun 2021 ini. Upaya pembusukan KPK dilakukan agar tidak lagi mendapatkan kepercayaan dan perhatian dari rakyat Indonesia, pembunuhan KPK saat ini pelan-pelan dilakukan baik dari luar maupun dari dalam,” ucapnya.

Lanjutnya, beberapa metode yang dilakukan para koruptor untuk melemahkan KPK diantaranya proses legislasi dan revisi UU KPK. Kemudian tes wawasan kebangsaan yang dianggap tidak ada kaitannya dengan pemberantasan korupsi dan menundukkan KPK dengan dikembalikannya seluruh kebijakan KPK ke pemerintah.

Akademisi Unmul itu juga mengatakan bahwa sudah banyak pegawai KPK yang sering mendapatkan perlakuan intimidasi.

“Seperti kasus penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Ia sampai dihilangkan satu matanya, namun tetap saja tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan. Dalam tes ini pun ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting untuk ditanyakan kepada 75 pegawai KPK lainnya,” tegasnya.

“Mahasiswa memikul tanggung jawab besar dalam sejarah Indonesia dengan menjaga akal sehat,” tutupnya.

Sementara itu, Direktur Sustain.id, Pauline Arifin menyampaikan, seluruh warga Indonesia dapat memaksimalkan peran diri sendiri kepada orang lain dalam pemberantasan korupsi, berlaku curang dan benturan kepentingan atau gesekan para elit politik.

“Pemberantasan korupsi up and down di seluruh dunia, sudah pasti ini tantangan berat bagi Indonesia,” paparnya.

Ia juga mengatakan, pemberdayaan perempuan dalam menghadapi korupsi harus selalu ada untuk menolak korupsi sampai akarnya.

“Korupsi tidak boleh diremehkan apalagi dibiarkan. Di dunia tidak mudah untuk menghapuskannya. Harus semangat maraton dan pantang menyerah,” bebernya.

Pauline menyebut, memusnahkan korupsi harus berawal dari diri sendiri. Sebab, korupsi ada karena dikembangkan dan dibiarkan. “Kita harus menjadi bagian dari peran peduli korupsi dengan cara melaporkan serta melakukan edukasi ke masyarakat,” ucapnya.

“Pencegahan korupsi harus luar biasa dan kompeten karena tidak ada sistem yang dibuat yang akan menjamin untuk tidak melakukan korupsi,” tuturnya.

Sementara itu, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana memaparkan skenario pembunuhan KPK dan polemik 75 anggota KPK lainnya. Sebelumnya sudah banyak lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia, tetapi telah dilumpuhkan.

“Saat ini isu yang cukup kuat yaitu 75 pegawai KPK yang di tes wawasan kebangsaan hingga ada kejanggalan,” pungkasnya

Menurutnya, ada substansi pertanyaan absurd, irasional dan tidak relevan dalam tes wawasan kebangsaan yang ada.

Lanjutnya, dampak dari pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan yaitu pengusutan perkara besar akan terhambat seperti kasus bansos, KTP elektronik, suap pajak, ekspor benih dan lain-lain. Tidak hanya itu, citra KPK pun secara tidak langsung akan runtuh dimata masyarakat.

“Kalau KPK tidak lagi independen, untuk apa namanya pemberantasan korupsi dibuat,” cetusnya.

Penulis: Herdi

Editor: Fairuz