Foto : Istimewa
KALTIMTARA.ID, BULUNGAN – Di tengah pesatnya laju industri dan investasi di Kabupaten Bulungan, sebuah ironi pahit mengemuka, perusahaan-perusahaan yang seharusnya menjadi lokomotif ekonomi justru dituding gagal dalam mengentaskan pengangguran lokal.
Keluhan warga mengalir deras, menyoroti sistem rekrutmen karyawan yang kental dengan praktik nepotisme dan minimnya transparansi.
Data yang dihimpun dari berbagai sumber menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Bulungan masih menjadi tantangan serius, meskipun banyak perusahaan, khususnya di sektor perkebunan dan pertambangan, beroperasi di wilayah ini. Janji manis untuk menyerap tenaga kerja lokal tampaknya hanya menjadi retorika kosong.
Salah seorang warga, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan frustrasi yang mendalam.
“Mereka bilang buka lowongan, tapi yang diterima selalu orang-orang itu lagi. Ada hubungan keluarga atau kenal dengan orang dalam. Kami yang punya keterampilan dan niat kerja malah tidak dapat kesempatan,” ujarnya dengan nada kecewa.
Praktik nepotisme ini bukan hanya sekadar isu moral, tetapi juga memiliki konsekuensi ekonomi yang fatal.
Dengan merekrut berdasarkan kedekatan, bukan merit atau kompetensi, perusahaan berisiko mendapatkan karyawan yang tidak optimal, yang pada akhirnya dapat menghambat produktivitas dan pertumbuhan.
Lebih jauh lagi, hal ini menciptakan jurang ketidaksetaraan dan memicu sentimen negatif di masyarakat.
Para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dan serikat pekerja, kini menghadapi desakan kuat untuk bertindak.
Masyarakat menuntut adanya audit independen terhadap proses rekrutmen perusahaan-perusahaan tersebut.
Perlu adanya regulasi yang lebih ketat, yang mewajibkan perusahaan untuk mengumumkan lowongan secara terbuka, melakukan seleksi yang adil, dan memprioritaskan warga lokal yang memiliki kualifikasi.
Di sisi lain, perusahaan juga perlu menyadari bahwa keberlanjutan bisnis tidak hanya diukur dari profit, tetapi juga dari kontribusi positif terhadap lingkungan sosial.
Dengan berinvestasi pada talenta lokal dan memberikan kesempatan yang setara, mereka tidak hanya akan meningkatkan citra, tetapi juga membangun hubungan yang lebih kuat dengan masyarakat, menciptakan ekosistem bisnis yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Situasi di Bulungan ini menjadi cerminan dari masalah yang lebih luas di Indonesia, di mana nepotisme masih menjadi virus yang menggerogoti kesempatan dan menghambat kemajuan.
Pertanyaannya sekarang, akankah suara-suara ini didengar, atau akankah praktik usang ini terus berlanjut, membiarkan potensi lokal terbuang sia-sia?
Penulis : Dirman
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.