Respons Cepat Pemkab Berau atas Temuan ABK di Suaran, Sekolah Inklusi Masuk Agenda Prioritas

Subscribe Youtube KALTIMTARA NEWS

KALTIMTARA.ID, BERAU – Pemerintah Kabupaten Berau melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DPPKBP3A) terus memperkuat sistem perlindungan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Salah satu langkah konkret diwujudkan melalui pelaksanaan Rapat Koordinasi Teknis Penguatan Jejaring Anak Memerlukan Perlindungan Khusus yang digelar di Ruang Rapat Kakaban pada Rabu (23/7/20025).

Rakor tersebut mempertemukan berbagai elemen strategis, mulai dari jajaran Pemkab, unsur dinas teknis, lembaga pendidikan, hingga pihak swasta dalam upaya menyusun peta jalan bersama menghadapi tantangan tumbuh kembang anak di Berau, khususnya mereka yang terindikasi membutuhkan perlindungan khusus.

Salah satu pemaparan yang menyita perhatian datang dari Puskesmas Suaran yang mengungkap hasil asesmen pertumbuhan anak dan program parenting bagi orang tua ABK yang digelar Mei lalu. Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi lintas sektor antara Puskesmas, Forum Pemerhati ABK (FPABK), Ikatan Okupasi Terapi Indonesia, dan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Kabupaten Berau.

Dari 31 anak yang diidentifikasi, ditemukan indikasi gangguan seperti:
• Autism Spectrum Disorder (ASD): 9 anak
• Keterlambatan belajar (suspect retardasi mental): 11 anak
• Down Syndrome: 2 anak
• ADHD (suspect hiperaktif): 7 anak
• Gangguan pendengaran (Tuna Rungu): 1 anak
• Cerebral Palsy: 1 anak

Temuan ini memperkuat urgensi penguatan sistem deteksi dini dan perlindungan anak berbasis komunitas. DPPKBP3A Berau menyatakan bahwa hasil ini akan dijadikan dasar untuk mendorong pengembangan kebijakan sekolah inklusi dan peningkatan layanan kesehatan tumbuh kembang.

Meski data telah terungkap dan kesadaran mulai terbangun, keterbatasan nyata masih menjadi penghambat utama. Abiyan, pengelola SLB di Kabupaten Berau sekaligus perwakilan FPABK mengungkap bahwa dari total 250 siswa yang ditangani, hanya terdapat 14 guru aktif. Akibatnya, sekitar 20 calon siswa dengan kebutuhan khusus harus ditolak tahun ini.

“Jumlah siswa jauh melebihi kapasitas guru. Kami terpaksa menolak beberapa anak karena keterbatasan tenaga pendidik. Gedung bisa dicari, tapi SDM tidak bisa instan,” jelasnya.

Kunjungan tim BOPDA ke sejumlah PAUD dan TK di kawasan Tanjung Redeb turut membenarkan bahwa hampir seluruh lembaga pendidikan telah menerima anak ABK. Namun, minimnya pelatihan membuat banyak guru belum mampu memberikan pendampingan optimal, memunculkan kekhawatiran akan dampak jangka panjang.

Sebagai respon terhadap temuan tersebut, beberapa rekomendasi strategis dirumuskan, antara lain:
• Layanan pemeriksaan lanjutan oleh psikolog dan dokter rehabilitasi medik.
• Pembangunan sekolah inklusi di Kampung Suaran dan pelatihan guru dari PAUD hingga SMA.
• Penyediaan layanan terapi rutin seperti terapi wicara, okupasi, dan bimbingan belajar individual.
• Program pelatihan orang tua serta pendampingan melalui home visit oleh petugas puskesmas.
• Optimalisasi Unit Layanan Disabilitas (ULD) untuk asesmen psikologis dalam ranah pendidikan.

Langkah awal ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Puskesmas Suaran dinilai sebagai pionir dalam pemetaan kebutuhan ABK berbasis komunitas dan direkomendasikan sebagai lokasi percontohan pengembangan sistem inklusi di Berau.

“Upaya ini harus menjadi inspirasi bagi puskesmas lain. Pendampingan terhadap ABK bukan hanya tugas dinas, tapi tugas bersama,” ujar salah satu perwakilan DPPKBP3A.

Pemerintah Kabupaten Berau menyatakan komitmennya untuk terus memperkuat infrastruktur sosial dalam mendukung pendidikan dan perlindungan anak. Sinergi lintas instansi dan keterlibatan komunitas akan menjadi kunci dalam mewujudkan sistem pendidikan yang adil dan inklusif.

Penulis: Dewi Ayu

situs idnpp situs idnpp situs idnpp situs idnpp situs idnpp situs idnpp situs idnpp situs idnpp situs idnpp situs idnpp