Melembagakan  Perdamaian:  Merancang  Aksi  Kolektif  untuk  Membawa  Perdamaian sebagai  Suatu  Budaya  dan  Norma

Subscribe Youtube KALTIMTARA NEWS

KALTIMTARA.ID, INTERNASIONAL – Untuk  mengatasi  ancaman konflik -ancaman  kehidupan  dan  stabilitas  saat  ini  dari  peperangan  dan konflik,  Peringatan  Tahunan  ke9  Deklarasi  Perdamaian Dunia  HWPL  diadakan  online pada  25  Mei  2022.  

Dengan  3.000  peserta  sebagai  perwakilan  dari  politik,  agama,  akademisi, media  dan  masyarakat  sipil,  acara  yang  bertemakan “Melembagakan  Perdamaian:  Mewujudkan Keinginan  Bersama  untuk  Perdamaian”  ini  memaparkan  kemajuan  kerjasama internasional untuk  mewujudkan perdamaian berkelanjutan  yang  dijamin  oleh perangkat-perangkat  hukum. Organisasi tuan  rumah,  Heavenly  Culture,  World Peace,  Restoration  of   Light  (HWPL), memproklamasikan  Deklarasi  Perdamaian Dunia  pada  tahun  2013.

Deklarasi  tersebut membahas  dukungan  para  pemimpin  nasional,  keterlibatan  perempuan  dan  pemuda,  kerja  sama di  antara  masyarakat  sipil,  dan  perluasan  liputan  media  tentang  perdamaian.  Selanjutnya dikembangkan  menjadi  Declaration  of   Peace  and  Cessation  of  War  (DPCW)  sebagai  proses pembentukan  instrumen instrumen  hukum  internasional  untuk  perdamaian  global.

Young  Min  Chung,  Direktur  Umum  International  Peace  Youth  Group  (IPYG),  sebuah kelompok  afiliasi  HWPL,  mengatakan  dalam  laporan  kemajuannya,  “730.00 0  warga  dari  176 negara  telah  menandatangani  dukungan  untuk  DPCW  selama  sembilan  tahun  terakhir  yang memungkinkan  mereka  untuk  mengekspresikan  pendapat  mereka  dengan  cara  yang  paling langsung.  Baru-baru  ini,  IPYG  menjalankan  Youth  Empowerment  Peace  Workshop di  mana  mereka  membahas  agenda  (YEPW), agenda  seperti  pendidikan,  hak  asasi  manusia,  dan  konflik dan  melakukan  aksi  bersama  serta  proposal-proposal  kebijakan.“

10  pasal  dan  38  klausul  DPCW  tersebut  meliputi  pencegahan  dan  penyelesaian  konflik pengurangan  potensi  perang  secara  bertahap  dan  mengubah  senjata  menjadi  alat konflik, alat  sehari-hari,  menghormati  dan  menyelesaikan  konflik  berdasarkan  agama  dan  identitas  etnis,  serta menyebarkan  budaya  perdamaian.  Deklarasi  ini  diarahkan  untuk  melibatkan  negara organisasi-organisasi  internasional,  Negara, LSM,  dan  para  warga  negara  secara  individu  dalam mengambil  tindakan  untuk  dunia  yang  damai.

Mengenai  kolaborasi  untuk  pembangunan  perdamaian,  Ketua  HWPL  Man  Hee  Lee menghimbau  para  peserta  untuk  bersatu  sebagai “pembawa  pesan  perdamaian”  “untuk membawa  kemerdekaan  dan  perdamaian  bagi  generasi-generasi  mendatang.” “Kali  ini  (Rusia) menginvasi  Ukraina  dan  memulai  perang.  Inilah  sebabnya  mengapa  HWPL  dan  keluarga perdamaian  telah  lama  menyerukan  pembentukan  hukum internasional  untuk  mencegah potensipotensi  perang.  Jadi,  kami  mengumpulkan  para  ahli  hukum  internasional  secara  global dan  membuat  deklarasi  dengan  10  pasal  dan  38  klausul.” 

Sebagai  contoh  kegiatan-kegiatan  perdamaian  untuk  menyelesaikan  konflik-konflik di  India, telah  ditandatangani  MoU  antar  para  pemuka  agama  sejak  untuk  kerjasama  lebih  lanjut  dengan pemahaman  agama  berdasarkan  studi  banding  kitab  suci  agama.  Secara  khusus,  kemitraan antara  HWPL  dan  Organisasi  Internasional  untuk  Agama  dan  Pengetahuan di  Lampur berujung  pada  pendirian  monumen  perdamaian  untuk  menyampaikan  nilai-nilai  perdamaian kepada  para  warga  setempat.

Partisipasi  pendidik  dalam  kegiatan  yang  berkaitan  dengan  perdamaian  juga  diperkenalkan dalam Metodologi  pengajaran  dengan  menggunakan  Metaverse didemonstrasikan  sebagai  platform  dunia  virtual  di  mana  para  siswa  dapat  merasakan perdamaian  dengan  membaca  materi-materi  dan  mengamati  beragam  aktivitas  perdamaian  yang dilakukan  di  berbagai  belahan  dunia. 

Salah  satu  siswa  peserta  mengatakan,  “Saya  belajar  perlunya  hukum  internasional  untuk mencapai  perdamaian.  Kita  membutuhkan  hukum  yang  dapat  mewujudkan  perdamaian.  Adalah penting  bahwa  orang orang  mematuhi  hukum  dan  jika  semua  orang  menjadi  warga  negara perdamaian,  kita  bahkan  tidak  membutuhkan  hukum.” 

Bapak  Supalak  Ganjanakhundee,  Rekan  Tamu  Universitas  Pridi  Banomyong  International College  Thammasat  dan  mantan  Pemimpin  Redaksi  The  Nation  di  Thailand  mengatakan  pada laporan  wartawan  dalam  acara  tersebut  bahwa  pondasi  perdamaian  terkait  erat  dengan demokrasi  yang  berfungsi  sebagai  ruang  terbuka  untuk  “memungkinkan  partisipasi  masyarakat sipil”  menuju  proses  perdamaian.  Menguraikan  kebuntuan  proses  perdamaian  saat  ini  di Thailand  Selatan,  ia  mengatakan,  “Setiap  proses  perdamaian yang  akan  mengarah  pada perdamaian  abadi  harus  mengatasi  masalah  pada  akar  penyebabnya  dan  harus  dilakukan sepanjang  demokratisasi  dengan  partisipasi  intensif   tidak  hanya  para  pemangku  kepentingan tetapi  juga  masyarakat  sipil.”

HWPL telah  mengembangkan  kerjasama  global  untuk  perdamaian  baik  di  tingkat  internasional maupun  di  tingkat  nasional  dengan  menggalang  dukungan  organisasi  internasional  untuk DPCW  dan  bekerja  bahu  membahu  untuk  memperkuat  norma-norma  internasional  untuk mewujudkan  perdamaian.  Dengan kegiatan organisasi-organisasi  sipil,  HWPL  telah  melakukan kegiatan  untuk  kepentingan  publik  untuk  memastikan  bahwa  perdamaian  berakar.

sumber : HWPL