KALTIMTARA.ID, TANJUNG REDEB – Dikhawatirkan selama ramadan banyak transaksi perdagangan satwa untuk kebutuhan lebaran bagi pelaku kejatahan satwa liar, Kepala Kantor Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Berau, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Dheny Mardiono tegaskan sukar terjadi. Pasalnya, hukum pidana yang membuat jera.
Bahkan menurutnya, kejahatan satwa liar itu diantaranya adalah pembunuhan, menyakiti satwa, dan termasuk perdagangan satwa liar. Menurutnya, perdagangan juga pasti ada penyiksaan seperti dimasukan dalam kotak yang kecil dan sebagainya, menjerat dan sebagainya.
“Kalau di Berau, ada sih informasi-informasi seperti perdagangan burung,” kata Dheny melalui telephone seluler, Sabtu (9/4/2022).
Selain itu, pemburuan liar pun dikatakannya juga sebagai kejahatan satwa liar. Adapun hukuman bagi pelaku kejahatan satwa liar, kata dia UU Nomor 5 Tahun 1990 di Pasal 21 disebutkan semua orang dilarang untuk mengangkut, memelihara, membunuh, dan sebagainya.
“Ancaman pidananya, ada di Pasal 40 yang disebutkan bahwa ancaman pidana 5 tahun dan denda Rp. 100 juta,” tuturnya.
Menurutnya, ancaman pidana tersebut sudah membuat jera bagi pelaku kejahatan satwa liar, pasalnya hukumannya itu berupa kurungan dan denda. Kalau itu diterapkan pelaku itu akan miskin juga sebenarnya.
“Jadi kalau menurut UU sebenarnya sudah bisa dan sudah cukuplah. Tinggal hakim apakah memutuskan sesuai itu atau tidak. Sebab asasnya kan banyak, ada asas keadilan, dan asas lainnya, banyak hal lah,” ujarnya.
Saat ditanyakan apakah perlindungan terhadap satwa liar di Indonesia telah memadai, dirinya menjelaskan masih banyak faktor yang harus ditegaskan kembali, karena ini cangkupannya sangat luas. Tetapi kalau menurut saya sih, perangkat hukum sudah memenuhi, apparat hukum juga sudah cukup, tinggal pelaksanaannya saat di lapangan saja.
“Jadi ada aparat penegak hukum, polisi kehutanan, penyidik, satuan polisi kehutanan reaksi cepat (sporc), dan perangkat hukum lainnya. Jadi menurut saya Kementrian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK) sudah memadai, tinggal bagaimana pelaksanaannya. Dan kalau kita melihat media sosial di Gakkum KLHK di medsosnya itu sudah luar biasa penegak hukumnya,” imbuhnya.
Kalau untuk di Bumi Batiwakkal sendiri, memenurutnya karena memang situasinya kondusif karena pihaknya sudah melakukan sosialisasi kemana-mana, sudah kerjasama dengan apparat penegak hukum, Lembaga Swadaya Masarakat (LSM), jadi pesan kita sudah tersampaikan supaya orang tidak memelihara satwa liar.
“Seperti sekarang ini orang memelihara satwa yang dilindungi di Berau itu sudah tidak ada rasanya. Kalau pun ada, itu sudah sangat sembunyi-sembunyi, apalagi kita dengan rekan media juga terus disampaikan bahwa dilarang memelihara satwa kalau itu ada berdasarkan laporan teman media kita langsung datangi dan mengambilnya,” tegasnya.
Bahkan terkait adanya kelompok yang membudayakan memakan hewan orang hutan pun menurutnya sudah tidak ada lagi. Hal itu tidak terlepas dari sosialisasi pemerintah bersama LSM dan media tersampaikan ke masyarakat.
“Saya piker sekarang sudah nggak ada, mereka juga sudang ngerti semua kalau oranghutan juga semakin sedikit, dilindungi, dan mereka mungkin takut juga dengan anacaman pidananya,” pungkasnya.
Penulis : Tim
Editor : Sofi
1 Comment